OLeh: PANJI PRATAMA (ANTARA)
TIBA-TIBA saja, bersamaan dengan Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) ke-18 yang berlangsung pada 5-8 Mei di Jakarta, wacana mendorong Bahasa Indonesia menjadi Bahasa ASEAN hidup kembali.
Tentu saja yang paling menyambut prakarsa ini adalah masyarakat Indonesia.
Antara menjumpai sejumlah orang secara terpisah di beberapa tempat untuk menanyakan harapan masyarakat kepada keketuaan ASEAN Indonesia, terutama dalam hubungannya dengan terrwujudnya semboyan ‘satu visi, satu identitas dan satu komunitas’.
"Indonesiakan sedang menjadi Ketua ASEAN tahun ini, makanya harus bisa memanfaatkan momentum tersebut untuk mengusung Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN," kata Mahmud Rustam (62), pensiunan pegawai negeri sipil, Jumat.
Mahmud mengakui, perbedaan latar belakang sosial dan budaya masyarakat ASEAN akan menjadi kendala untuk mewujudkan harapannya itu. Yang penting, katanya, Indonesia harus berupaya keras mewujudkan hubungan antarmasyarakat ASEAN setelah terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 nanti.
Mahmud yang mengaku belum pernah mendengar konsep Komunitas ASEAN 2015 berharap kelompok regional ini lebih mengutamakan kerja sama ekonomi daripada sosial budaya, politik, pertahanan dan keamanan.
"Saat ini yang terpenting adalah menyejahterakan rakyat melalui ekonomi yang kuat, keamanan dan sosial itu bisa menyusul," sambung Mahmud.
Tak hanya Mahmud yang ingin Bahasa Indonesia menjadi ‘bahasa persatuan’ ASEAN. Yuwono Ario, pegawai negeri sipil di Jakarta, yakin Bahasa Indonesia bisa digunakan sebagai bahasa resmi ASEAN karena digunakan oleh lebih dari sepertiga penduduk ASEAN.
"Kalau dilihat dari jumlah populasinya, Indonesia kan populasinya lebih dari sepertiga total populasi negara-negara ASEAN," kata pria berusia 24 tahun itu.
Seperti halnya Mahmud, Yuwono menyarankan ASEAN mesti menggeser peran ke arah ekonomi, sehingga mampu menghadapi geliat raksasa ekonomi China, termasuk ke Asia Tenggara.
"Bersatu untuk menghadapi gempuran dari China dan melakukan pemerataan kesejahteraan seluruh negara anggotanya," sambung Yuwono kepada ANTARA, Jumat.
Lain dalam pandangan Dinda Saraswati (29). Karyawati perusahaan swasta di Jakarta, aspirasi menaikkan status Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN akan menambah kebanggaan rakyat Indonesia.
"Mungkin dengan Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN, warga negaranya bisa lebih menghargai Bahasa Indonesia dan kita jadi bangga menggunakan bahasa yang dipakai di seluruh ASEAN," katanya.
Dinda bahkan berusul lebih jauh. Menurutnya, ASEAN bukan hanya perlu satu bahasa, tapi juga satu mata uang bersama. "Sehingga setiap negara memiliki standar yang sama," katanya memberi alasan.
Sejajar dengan Bahasa Inggris
Adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Marzuki Alie yang menjadi orang pertama yang secara terbuka mengusulkan Bahasa Indonesia menjadi salah satu bahasa resmi ASEAN, kepada mitra-mitra ASEAN kita.
Marzuki menyampaikan usul itu dalam sesi pleno pertama Sidang Umum ke-31 ASEAN Inter Parliamentary Assembly (AIPA) di Hanoi, Vietnam, 21 September 2010.
Saat itu Marzuki berkata, “Penggunaan Bahasa Indonesia akan membuka kesempatan kepada bahasa lain untuk menjadi bahasa kerja dalam AIPA.”
Usul Marzuki ini sebenarnya telah mengemuka sejak awal kedatangan Delegasi DPR RI ke Hanoi, Vietnam, pada pertemuan parlemen ASEAN tahun lalu itu.
Sehari sebelum Marzuki berprakarsa, pada 20 September tahun itu, dalam pertemuan Komite Eksekutif AIPA, Indonesia telah mengusulkan amandemen statuta AIPA agar Bahasa Indonesia masuk dalam bahasa kerja AIPA, selain Bahasa Inggris.
Arisman Muhammad (24) membaca usul menjadikan Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi ASEAN sebagai upaya menawarkan kesatuan identitas untuk organisasi kawasan Asia Tenggara ini.
Bagi mahasiswa S2 salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung ini, ASEAN memang tidak memiliki satu identitas bersama yang dapat menunjang integritas, termasuk satu bahasa tunggal. Itu terjadi karena budaya negara anggota ASEAN berkaraktistik unik.
"Secara ekonomi, Malaysia dan Singapura jauh lebih unggul, sedangkan dari segi pandangan politik ada negara yang memiliki perbedaan dengan yang lainnya, sehingga identitas tunggal akan sulit tercapai," kata Arisman mencoba menganalisis.
Indonesia sendiri menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional guna mempersatukan beragam suku bangsa di Tanah Air yang bahasanya pun beraneka.
Tapi, setidaknya dari klaim pejabat Kementerian Luar Negeri Indonesia, Andri Hadi, saat ini ada 45 negara telah mengajarkan Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah mereka. Di antara yang paling kenal adalah Australia, Amerika Serikat, Kanada dan Vietnam.
Bahkan di Australia, Bahasa Indonesia menjadi bahasa populer keempat di Negeri Kangguru itu. Bayangkan ada 500 sekolah di negeri ini yang mengajarkan Bahasa Indonesia.
"Sehingga anak-anak kelas enam sekolah dasar pun sudah ada yang bisa berbahasa Indonesia," kata Andri beberapa waktu lalu.
Sementara di Vietnam, bulan Desember 2007, Pemerintah Daerah Ho Chi Minh City, telah mengumumkan Bahasa Indonesia menjadi bahasa kedua secara resmi. Vietnam menjadi anggota ASEAN pertama yang menetapkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kedua di negaranya.
"Bahasa Indonesia sejajar dengan Bahasa Inggris, Prancis dan Jepang sebagai bahasa kedua yang diprioritaskan," kata Konsul Jenderal RI di Ho Chi Minh City saat itu, Irdamis Ahmad.
Momentum Indonesia sebagai Ketua ASEAN ternyata menguak banyak harapan masyarakat. Bahasa Indonesia menjadi bahasa ASEAN adalah satu harapan itu. Mampukah Indonesia mewujudkannya?
No comments:
Post a Comment